Selasa, 27 September 2011

SEJARAH KALIMANTAN


Sejarah Kalimantan menggambarkan perjalanan sejarah Pulau Kalimantan dimulai sejak zaman prasejarah ketika manusia ras Austrolomelanesia memasuki daratan Kalimantan pada tahun 8000SM hingga sekarang.[rujukan?]

Daftar isi

 [sembunyikan]

[sunting]Zaman prasejarah

Bangsa Austronesia memasuki pulau ini dari arah utara kemudian mendirikan pemukiman komunal rumah panjang. Peperangan antar-klan menyebabkan pemukiman yang selalu berpindah-pindah. Adat pengayauan yang dibawa dari Formosa (Taiwan) dan kepercayaan menghormati leluhur dengan tradisi kuburan tempayan merupakan ciri umum kebiasaan penduduknya. Pulau Kalimantan ini dikenal di seluruh dunia dengan nama Borneo yaitu sejak abad ke-15 M. Nama Borneo itu berasal dari nama pohon Borneol (bahasa LatinDryobalanops camphora)yang mengandung (C10H17.OH) terpetin, bahan untuk antiseptik atau dipergunakan untuk minyak wangi dan kamper, kayu kamper yang banyak tumbuh di Kalimantan,[1][2] kemudian oleh para pedagang dari Eropa disebut pulau Borneo atau pulau penghasil borneol, Kerajaan Brunei yang ketika datangnya bangsa Eropa ke wilayah Nusantara ini nama Brunei itu dipelatkan oleh lidah mereka menjadi "Borneo"[rujukan?] dan selanjutnya nama Borneo ini meluas ke seluruh dunia. Nama Pulau ini di identikkan dengan nama Kerajaan Brunei[3] saat itu (Yaitu oleh para pedagang Arab, Eropa serta China) karena Kerajaan Brunei pada masa itu merupakan kerajaan yang terbesar di pulau ini, sehingga para pedagang dari seluruh penjuru dunia yang akan berkunjung ke Pulau ini yang ditujunya meraka adalah Kerajaan terbesar dipulau ini saat itu yaitu Kerajaan Brunei, sehingga pulau ini kemudian disebut Pulau Brunei yang oleh pedagang Eropa kemudian di pelatkan menjadi "Borneo". Nama Kalimantan dipakai di Kesultanan Banjar kemudian oleh pemerintah Republik Indonesia dipakai sebagai nama Provinsi Kalimantan.

[sunting]Jaman Hindu-Buddha

Orang Melayu menyebutnya Pulau Hujung Tanah atau P'ulo Chung.[4] Para pedagang asing datang ke pulau ini mencari komoditas hasil alam berupa kamfer, lilin dan sarang burung walet melakukan barter dengan guci keramik yang bernilai tinggi dalam masyarakat Dayak. Para pendatang India maupun orang Melayu yang telah mendapat pengaruh budaya India memasuki muara-muara sungai untuk mencari lahan bercocok tanam dan berhasil menemukan tambang emas dan intan untuk memenuhi permintaan pasar. Lokasi pertambangan emas berkembang menjadi pemukiman sehingga diperlukan adanya suatu kepemimpinan. Pengaruh India ditandai munculnya kerajaan tahap awal dengan pemakaian gelar Maharaja bagi pemimpin suatu kekerabatan (bubuhan) dan sekelompok orang lainnya yang bergabung dalam kepemimpinannya dalam kesatuan wilayah wanua (distrik), yang saling berseberangan dengan wanua-wanua tetangganya yang dihuni keluarga lainnya dengan dikepalai tetuanya sendiri. Gelar India Selatan warman (yang melindungi) dilekatkan pada penguasa wanua tersebut, yang kemudian memaksa wanua-wanua tetangganya membayar upeti berupa emas dan hasil alam yang laku diekspor. Klan-klan (bubuhan) mulai disatukan oleh suatu kekuatan politik yang memusat menjadi sebuah mandala (kerajaan) yang sebenarnya bukan tradisi Austronesia. Kerajaan awal ini sudah merupakan campuran ras yang datang dari beberapa daerah, tetapi di pedalaman bangsa Austronesia masih hidup dalam komunitas rumah panjang yang mandiri dan terpisah serta saling berperang untuk berburu kepala.

[sunting]Jaman Awal Kerajaan Islam

[sunting]Jaman Awal Kedatangan Bangsa Eropa

[sunting]Jaman VOC

Orang-orang Italia merupakan orang Eropa pertama yang mengunjungi Kalimantan pada abad ke-14, kemudian disusul orang Spanyol, Inggris, dan Belanda. Kerajaan Sambas merupakan daerah pertama yang berada di bawah pengaruh Belanda semenjak kontrak dengan VOC yang dibuat oleh Ratu Sapudak (Raja Sambas) pada tanggal 1 Oktober 1609. Pada tanggal 4 September 1635, Kesultanan Banjar membuat kontrak perdagangan yang pertama dengan VOC dan VOC akan membantu Banjar menaklukan Paser. Sejak 1636, Banjarmasin berusaha menjadi pusat mandala bagi kerajaan-kerajaan lainnya yang ada di Kalbar, Kalteng, dan Kaltim. Hikayat Banjar mencatat adanya pengiriman upeti kepada Sultan Banjarmasin dari Sambas, Sukadana, Paser, Kutai, Berau, Karasikan (Buranun/Sulu), Sewa Agung (Sawakung), Bunyut dan negeri-negeri di Batang Lawai. Sukadana (dahulu bernama Tanjungpura) merupakan induk bagi kerajaan TayanMeliauSanggau danMempawah. Pada tahun 1638 di Banjarmasin terjadi tragedi pembantaian terhadap orang-orang Belanda dan Jepang sehingga Belanda mengirim ekspedisi penghukuman dan membuat ancaman terhadap Kesultanan Banjarmasin, Kerajaan Kotawaringin dan Kerajaan Sukadana. Tahun 1700 Sukadana (Matan) mengalami kekalahan dalam perang dengan Landak (vazal Banten). Landak dibantu Banten dan VOC, sehingga Banten mengklaim Landak dan Sukadana (sebagian besar Kalbar) sebagai wilayahnya. Tahun 1756 VOC berusaha mendapatkan Lawai, Sintang dan Sanggau dari Banjarmasin. Daerah awal di Kalimantan yang diklaim milik VOC adalah wilayah sepanjang pantai dari Sukadana sampai Mempawah yang diberikan oleh Kesultanan Banten pada 26 Maret 1778. VOC sempat mendirikan pabrik di Sukadana dan Mempawah tetapi 14 tahun kemudian ditinggalkan karena tidak produktif (Sir Stamford Rafless, The History of Java). Pendirian Kesultanan Pontianak yang didukung VOC di muara sungai Landak semula diprotes Landak karena merupakan wilayahnya tetapi akhirnya mengendur karena tekanan VOC. Pada 13 Agustus 1787, Kesultanan Banjar menjadi daerah protektorat VOC dan vazal-vazal Banjarmasin diserahkan kepada VOC meliputi Kaltim, Kalteng, sebagian Kalsel, dan pedalaman Kalbar, yang ditegaskan lagi dalam perjanjian 1826. Hindia Belanda kemudian membentuk Karesidenan Sambas dan Karesidenan Pontianak dengan diangkatnya raja-raja sebagai regent dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Belakangan Karesidenan Sambas dilebur ke dalam Karesidenan Pontianak beserta daerah pedalaman Kalbar menjadi Karesidenan Borneo Barat. Tahun 1860 Hindia Belanda menghapuskan Kesultanan Banjar, kemudian terakhir wilayahnya menjadi bagian dari Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo.

[sunting]Jaman Penjajahan Inggris

Pembagian daerah Kalimantan tahun 1930

[sunting]Jaman Hindia Belanda

[sunting]Jaman Jepang

[sunting]Jaman NICA dan Federalisme

Setelah mengambil alih Kalimantan dari tangan Jepang, NICA mendesak kaum Federal Kalimantan untuk segera mendirikan Negara Kalimantan menyusul Negara Indonesia Timur yang telah berdiri. Maka dibentuklah Dewan Kalimantan Barat tanggal 28 Oktober 1946, yang menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Barat pada tanggal 27 Mei 1947; dengan Kepala DaerahSultan Hamid II dariKesultanan Pontianak dengan pangkat Mayor Jenderal. Wilayahnya terdiri atas 13 kerajaan sebagai swapraja seperti pada zaman Hindia Belanda yaitu Sambas, Pontianak, Mempawah, Landak, Kubu, Tayan, Meliau, Sekadau, Sintang, Selimbau, Simpang, Sukadana dan Matan.
Pangeran Muhammad Noor
Dewan Dayak Besar dibentuk tanggal 7 Desember 1946, dan selanjutnya tanggal 8 Januari 1947 dibentuk Dewan PagatanDewan Pulau Laut dan Dewan Cantung Sampanahanyang bergabung menjadi Federasi Kalimantan Tenggara. Kemudian tanggal 18 Februari 1947 dibentuk Dewan Pasir dan Federasi Kalimantan Timur, yang akhirnya pada tanggal26 Agustus 1947 bergabung menjadi Dewan Kalimantan Timur. Selanjutnya Daerah Kalimantan Timur menjadi Daerah Istimewa Kalimantan Timur dengan Kepala Daerah, Sultan Aji Muhammad Parikesit dari Kesultanan Kutai dengan pangkat KolonelDaerah Banjar yang sudah terjepit daerah federal akhirnya dibentuk Dewan Banjar tanggal 14 Januari1948.
Gubernur Kalimantan dalam pemerintahan Pemerintah RI di Yogyakarta, yaitu Pangeran Muhammad Noor, mengirim Cilik Riwut dan Hasan Basry dalam misi perjuangan mempertahankan kemerdekaan untuk menghadapi kekuatan NICA. Pada tanggal 17 Mei 1949, Letkol Hasan Basry selaku Gubernur Tentara ALRI Wilayah IV Pertahanan Kalimantan memproklamirkan sebuah Proklamasi Kalimantan yang isinya bahwa "Kalimantan" tetap sebagai bagian tak terpisahkan dari Negara Republik Indonesia yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Pemerintah Gubernur Militer ini merupakan upaya tandingan terhadap terbentuknya Dewan Banjar yang didirikan Belanda.
Di masa Republik Indonesia Serikat, Kalimantan menjadi beberapa satuan-kenegaraan yaitu :
  1. Daerah Istimewa Kalimantan Barat dengan ibukota Pontianak.
  2. Federasi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda.
  3. Dayak Besar dengan ibukota sementara Banjarmasin.
  4. Daerah Banjar dengan ibukota Banjarmasin.
  5. Federasi Kalimantan Tenggara dengan ibukota Kotabaru.
Sejak tahun 1938, Borneo-Hindia Belanda (Kalimantan) merupakan satu kesatuan daerah administratif di bawah seorang gubernur, yang berkedudukan di Banjarmasin, dan memiliki wakil di Volksrad. Wakil Kalimantan di Volksrad :
  1. Pangeran Muhammad Ali (sebelum 1935) digantikan anaknya,
  2. Pangeran Muhammad Noor (1935-1939) digantikan oleh,
  3. Mr. Tadjuddin Noor (1939-1945)
  • Gubernur Borneo
  1. Dr. A. Haga (1938-1942), gubernur dari Kegubernuran Borneo berkedudukan di Banjarmasin
  2. Pangeran Musa Ardi Kesuma (1942-1945), Ridzie Kalimantan Selatan dan Tengah
  3. Ir. Pangeran Muhammad Noor (2 September 1945), gubernur Kalimantan berkedudukan di Yogyakarta
  4. dr. Moerjani (14 Agustus 1950), gubernur Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin
  5. Mas Subarjo (1953-1955), gubernur Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin
  6. Raden Tumenggung Arya Milono (1955-1957), gubernur Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin.
Pembentukan kembali provinsi Kalimantan tanggal 14 Agustus 1950 sesudah bubarnya RIS, diperingati sebagai Hari Jadi Provinsi Kalimantan Selatan (dahulu bernama provinsi Kalimantan, salah satu provinsi pertama). Hingga tahun 1956 Kalimantan dibagi menjadi 3 provinsi, yaitu Kalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan Barat. Selanjutnya pada tanggal 23 Mei 1957, secara resmi terbentuklah propinsi Kalimantan Tengah yang sebelumnya bernama Daerah Dayak Besar sebagai bentuk pemisahan diri dari Kalimantan Selatan, berdiri menjadi provinsi ke-17 yang independen.

[sunting]Jaman modern

[sunting]Kerajaan yang pernah ada

Daftar kerajaan-kerajaan sejak masa zaman Hindu sampai kerajaan-kerajaan yang didirikan oleh kolonial Belanda, diantaranya masih eksis yang sekarang disebut keraton saja, kecuali Brunei adalah :

[sunting]Lihat pula

[sunting]Referensi

  1. ^ borneo
  2. ^ borneol definition
  3. ^ 'Baru nah'
  4. ^ Political entities known in the archipelago, ca A.D. 250
  5. ^ (Indonesia) Slamet Muljana, Tafsir sejarah Nagarakretagama, PT LKiS Pelangi Aksara, 2006 ISBN 9792552545, 9789792552546
  6. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 61. ISBN 9798451163.ISBN 9789798451164
  7. ^ (Inggris)MacKinnon, Kathy (1996). The ecology of Kalimantan. Oxford University Press. ISBN 9780945971733.ISBN 0-945971-73-7
  8. ^ (Inggris) Townsend, George Henry (1867). A manual of dates: a dictionary of reference to the most important events in the history of mankind to be found in authentic records (edisi ke-2). Warne. hlm. 160.
  9. ^ (Inggris) Keppel, Sir Henry (1846). The expedition to Borneo of H.M.S. Dido for the suppression of piracy: with extracts from the journal of James Brooke, esq. of Sarāwak2 (edisi ke-2). Chapman and Hall.
  10. ^ a b (Melayu)Johannes Jacobus RasHikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - SelangorDarul Ehsan, Malaysia 1990.
  11. ^ (Inggris) Crawfurd, John (1856). A descriptive dictionary of the Indian islands & adjacent countries. Bradbury & Evans. hlm. 65.
  12. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 70. ISBN 9798451163.ISBN 9789798451164
  13. ^ (Inggris) Crawfurd, John (1856). A descriptive dictionary of the Indian islands & adjacent countries. Bradbury & Evans. hlm. 65.
  14. ^ (Belanda) Blume, Carl Ludwig (1843). De Indische Bij1. H.W. Hazenburg. hlm. 333.
  15. ^ (Belanda) L. C. van Dijk, Ne©erland's vroegste betrekkingen met Borneo, den Solo-Archipel, Camobdja, Siam en Cochin-China, Scheltema, 1862
  16. ^ a b (Indonesia)Poesponegoro, Marwati Djoened (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. PT Balai Pustaka.
  17. ^ a b (Belanda)van Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius (1862). Neêrlands vroegste betrekkingen met Borneo, den Solo-Archipel, Cambodja, Siam en Cochin-China: een nagelaten werk. J. H. Scheltema. hlm. 137.
  18. ^ a b c d (Indonesia)Kiai Bondan, Amir Hasan (1953). Suluh Sedjarah Kalimantan. Bandjarmasin: Fadjar.
  19. ^ a b (Indonesia) Hermanus Johannes de Graaf, Puncak kekuasaan Mataram: politik ekspansi Sultan Agung, Grafitipers, 1986
  20. ^ (Indonesia) Abdul Gafar Pringgodigdo, Hassan Shadily, Ensiklopedi umum, Kanisius, 1973 ISBN 979-413-522-4, 9789794135228
  21. ^ (Inggris)Popular encyclopedia (1862). The Popular Encyclopedia: Or, Conversations Lexicon. Blackie. hlm. 631.
  22. ^ (Inggris) Thorn, Sir William (2004). The conquest of Java. Tuttle Publishing. ISBN 0794600735.ISBN 9780794600730
  23. ^ (Inggris) (1830) The Edinburgh Encyclopaedia3. Printed for W. Blackwood. hlm. 732.
  24. ^ Characteristics of the Diocese Diocese of Palangka Raya
  25. ^ (Inggris)Muzium Brunei (1971). Brunei Museum journal2.
  26. ^ R. Suntharalingam, The British in Banjarmasin: An Abortive Attempt in Settlement 1700-1707
  27. ^ (Inggris) De Bow, James Dunwoody Brownson (1853). De Bow's review15. J.D.B. De Bow. hlm. 244.
  28. ^ (Inggris) MacGregor, M. P., John (1848). Commercial Statistics. hlm. 340.
  29. ^ (Inggris) Jedidiah Morse, Aaron Arrowsmith, Samuel Lewis (1819). The American universal geography: or, A view of the present state of all the kingdoms, states and colonies in the known world... (edisi ke-7). Published by Lincoln & Edmands, S.T. Armstrong, West, Richardson & Lord. hlm. 687.
  30. ^ http://eprints.lib.ui.ac.id/12976/1/82338-T6811-Politik%20dan-TOC.pdf
  31. ^ (Inggris) (1751) The Gentleman's magazine21, hlm. 562
  32. ^ (Inggris)(1752) The True Briton. hlm. 63.
  33. ^ (Inggris) Pinkerton, John (1806). Modern geography: A description of the empires, kingdoms, states, and colonies; with the oceans, seas, and isles in all parts of the world... (edisi ke-2). T. Cadell. hlm. 479.
  34. ^ (Inggris) Tegg, Thomas (1829). London encyclopaedia; or, Universal dictionary of science, art, literature and practical mechanics: comprising a popular view of the present state of knowledge4. Printed for Thomas Tegg. hlm. 339.
  35. ^ Buginese on Borneo
  36. ^ (Inggris) Smedley, Edward (1845). Encyclopædia metropolitana; or, Universal dictionary of knowledge. hlm. 717.
  37. ^ British expansion in the archipelago, 1786-1797
  38. ^ British possessions in Indonesia, 1810-1817
  39. ^ (Indonesia) Anwar, Rosihan (2004). Sejarah kecil "petite histoire" Indonesia2. Penerbit Buku Kompas. hlm. 137. ISBN 979-709-141-4.ISBN 9789797091415
  40. ^ Padoeka Ratoe IMAN OEDDIN, Pangeran jang bertachta karadja'an KOTARIENG'AN(Belanda) Philippus Pieter Roorda van Eysinga, Handboek der land- en volkenkunde, geschiedtaal-, aardrijks- en staatkunde von Nederlandsch Indie. 3 boeken (in 5 pt.), 1841
  41. ^ (Inggris) Hamilton, Walter (M. R. A. S.) (1828). The East Indian gazetteer: containing particular descriptions of the empires, kingdoms, principalities, provinces, cities, towns, districts, fortresses, harbours, rivers, lakes, &c. of Hindostan, and the adjacent countries, India beyond the Ganges, and the Eastern archipelago; together ...1 (edisi ke-2). Printed for Parbury, Allen and Co.. hlm. 283.
  42. ^ (Inggris) Royal Geographical Society (Great Britain), Norton Shaw, Hume Greenfield, Henry Walter Bates (1853). The Journal of the Royal Geographical Society ...23. J. Murray. hlm. 85.
  43. ^ (Inggris) McCulloch, John Ramsay (1841). A Dictionary, Geographical, Statistical, and Historical: Of the Various Countries, Places and Principal Natural Objects in the World1. Longman, Orme, Brown, Green and Longmans. hlm. 414.
  44. ^ (Indonesia) Th. van den End, Ragi Carita 1, Jilid 1 dari Ragi carita: sejarah gereja di Indonesia, BPK Gunung Mulia, 1987, ISBN 979-415-188-2, 9789794151884
  45. ^ (Inggris) Britain. Parliament, Great (1851). The Parliamentary debates (Authorized edition)118. H. M. Stationery Office. hlm. 118.
  46. ^ (Indonesia)Poesponegoro (1992). Sejarah nasional Indonesia: Nusantara di abad ke-18 dan ke-19. Indonesia: PT Balai Pustaka. hlm. 275. ISBN 979-407-410-1.ISBN 9789794074107
  47. ^ (Belanda) J. B. J Van Doren (1860). Bydragen tot de kennis van verschillende overzeesche landen, volken, enz1. J. D. Sybrandi. hlm. 241.
  48. ^ (Inggris) Cilacap (1830-1942): bangkit dan runtuhnya suatu pelabuhan di Jawa. Kepustakaan Populer Gramedia. 18 September 2002. ISBN 9789799023698.ISBN 979-9023-69-6
  49. ^ (Indonesia) Tamar Djaja, Pustaka Indonesia: riwajat hidup orang-orang besar tanah air, Volume 2, Bulan Bintang, 1966
  50. ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah nasional Indonesia: Nusantara di abad ke-18 dan ke-19, PT Balai Pustaka, 1992 ISBN 979-407-410-1, 9789794074107
  51. ^ (Inggris) Rottman, Gordon L. (2002). World War 2 Pacific island guide. Greenwood Publishing Group. hlm. 205. ISBN 0313313954. 9780313313950
  52. ^ (Inggris) Olson, James Stuart (1991). Historical dictionary of European imperialism. hlm. 70. ISBN 0313262578.ISBN 9780313262579
  53. ^ http://www.indonesianhistory.info/map/discoverethnic.html?zoomview=1[ Adatrechtskringen (customary law circles) in the Netherlands Indies, 1918]
  54. ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia: Jaman Kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda, PT Balai Pustaka, 1992 ISBN 979-407-411-X, 9789794074114
  55. ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman Kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda. PT Balai Pustaka. hlm. 38. ISBN979407411X.ISBN 9789794074114
  56. ^ (Inggris) Keat Gin Ooi, The Japanese Occupation of Borneo, 1941-45 Routledge Studies in the Modern History of Asia, Taylor & Francis, 2011 ISBN 0-415-45663-0, 9780415456630
  57. ^ (Inggris) Rottman, Gordon L. (2002). World War 2 Pacific island guide. Greenwood Publishing Group. ISBN 0-313-31395-4.ISBN 9780313313950
  58. ^ (Inggris) A. B. Feuer, Australian commandos: their secret war against the Japanese in World War II, Stackpole Military history series, Stackpole Books, 2006, ISBN 0-8117-3294-0, 9780811732949
  59. ^ (Indonesia) Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Ediati Kamil, Kronik revolusi Indonesia, Volume 1, Kepustakaan Populer Gramedia, 1999 ISBN 979-9023-27-0, 9789799023278. Diakses 3 September 2010]
  60. ^ Digital Atlas - Regional rebellions and provincial boundaries, 1950-1954
  61. ^ Digital Atlas - National elections, 1955: proportion of voters by province
  62. ^ The Malaysian Federation, Indonesia and the Philippines: A Study in Political Geography, The Geographical Journal, Sep., 1963
  63. ^ Indonesia, Malaya, and the North Borneo Crisis, Asian Survey, Apr., 1963
  64. ^ (Inggris)Davidson, Jamie (1995). From rebellion to riots: collective violence on Indonesian Borneo. NUS Press. hlm. 54. ISBN 9971694271. ISBN 978-9971-69-427-2
  65. ^ The Sarawak-Indonesia Border Insurgency
  66. ^ City growth, 1930-1971
  67. ^ (Indonesia) van Klinken, Gerry (2007). Perang Kota Kecil. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 93. ISBN 9794616524. ISBN 978-979-461-652-9
  68. ^ Kalimantan - Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar